Bagaimana seorang pelatih asal Belanda membawa filosofi ala Barcelona ke divisi dua Liga Belanda? Mari kita bedah strategi Jan van Halst saat membesut N.A.C. Breda, khususnya dalam dua laga krusial babak play-off promosi!
Jan van Halst, nama yang mungkin belum terlalu familiar di telinga sebagian penggemar sepak bola, namun jejak taktiknya bersama N.A.C. Breda patut disorot. Di bawah arahannya, N.A.C. Breda menampilkan dinamika permainan posisi yang mengejutkan, mengingatkan kita pada filosofi build-up ala Barcelona.
Dalam dua pertandingan terakhirnya sebagai pelatih kepala N.A.C. Breda, yaitu saat menghadapi Excelsior Rotterdam di babak play-off promosi Eerste Divisie (divisi kedua Liga Belanda) menuju Eredivisie (divisi tertinggi), van Halst menunjukkan kepiawaiannya dalam meramu strategi.
Formasi Fleksibel dan Dinamisme di Lapangan
Secara mayoritas, N.A.C. Breda di bawah van Halst menggunakan formasi 1-4-3-3 di atas kertas. Bahkan di dua laga krusial play-off tersebut, formasi serupa tetap dipertahankan. Namun, menariknya, van Halst memiliki rekam jejak menggunakan taktik tiga bek saat melatih di Liga Cina sebelumnya. Sebuah indikasi fleksibilitas taktik yang ia miliki.
Di leg pertama melawan Excelsior, meskipun di grafis menunjukkan 1-4-3-3, dinamika di lapangan menunjukkan hal berbeda. Demikian pula di leg kedua, N.A.C. Breda tetap mempertahankan skema 1-4-3-3.
Build-Up Ala Barca: Overload di Sektor Kiri
Salah satu aspek paling menonjol dari build-up N.A.C. Breda adalah kemiripannya dengan Barcelona. Ini terlihat jelas dari bagaimana pemain winger kiri cenderung bermain masuk ke dalam (inverted winger), sementara posisi kelebaran di sisi kiri ditempati oleh fullback kiri, yaitu Cemper.
Skema ini menunjukkan keinginan van Halst untuk menciptakan beban besar (overload) melalui sektor kiri permainan. Mirip seperti Raphinha, winger kiri Barcelona di bawah Hansi Flick, yang seringkali masuk ke half-space (koridor di antara fullback dan center-back lawan), sementara posisi kelebaran dieksploitasi oleh Joao Cancelo atau Alejandro Balde.
N.A.C. Breda dengan van Halst sungguh menunjukkan dinamisme pergerakan di sektor kiri. Winger kiri yang bergerak masuk ke dalam ini bertujuan mengikat pemain bertahan lawan, sehingga memberikan ruang bebas lebih luas bagi fullback kiri untuk naik tinggi. Dengan fullback kiri yang agresif, N.A.C. Breda seolah menciptakan lima pemain di fase build-up!
Tidak hanya itu, Thunderb, center-back N.A.C. Breda, kerap melakukan permainan diagonal untuk mencecar posisi winger kanan lawan. Pola ini dimainkan secara konsisten, membuat fullback kanan lawan harus berhadapan langsung dengan dua pemain N.A.C. Breda, memaksa mereka mundur menunggu dukungan rekan-rekannya.
Dari Mid-Block Hingga High Press: Transformasi Tanpa Bola
Ketika tanpa bola, N.A.C. Breda terkesan memulai dengan struktur 4-2-3-1. Namun, begitu bola bergerak, polanya akan berubah menjadi 4-4-2.
Dalam fase bertahan, attacking midfielder N.A.C. Breda melakukan gerakan pressing yang punya makna sebagai ‘cover shadow’, menutup gelandang bertahan lawan agar opsi passing dari bek lawan terputus dan memaksa mereka melakukan ‘long pass’. Ingat, tujuan pressing ada tiga: merebut bola, mengganggu lawan, dan memaksa lawan melakukan long pass karena situasinya 50-50.
Pressing yang dimulai dari attacking midfielder membuat struktur tanpa bola kembali berubah menjadi 4-4-2 dengan garis pertahanan yang tinggi. Namun, di sinilah kelemahan N.A.C. Breda terlihat. Struktur yang tidak kompak membuat lawan sangat mudah mengeliminasi 4-4-2 yang diterapkan, bahkan sektor tengah N.A.C. Breda kerap dilewati dengan mudah.
Meski demikian, N.A.C. Breda tidak gentar melakukan ‘high press’ di kandang. Sifatnya sama, press dimulai melalui attacking midfielder yang sejajar dengan striker.
Memanfaatkan Kelemahan dan Kekuatan Bola Mati
N.A.C. Breda yang sering membuat fullback kirinya naik, ternyata menjadi sasaran empuk lawan. Lawan beberapa kali mencoba mengekspos sisi tersebut karena energi fullback kiri yang terus naik turun. Ditambah dengan garis pertahanan tinggi, lawan memanfaatkan kecepatan dari sektor sayap, khususnya sisi kiri N.A.C. Breda. Fullback kiri N.A.C. Breda kerap auto-position dan lawan memanfaatkan ruang tersebut. Kelemahan kecepatan bek tengah, Verbrug, juga gagal meredam serangan lawan.
Namun, van Halst juga sangat konsen memanfaatkan situasi bola mati. Dari sepak pojok, bola diarahkan secara tegas ke posisi pemain yang bergerak ke arah bola, membuat lawan kesulitan dalam duel satu lawan satu. Efektivitas ini terlihat jelas ketika pemain N.A.C. Breda yang menyerang (6 orang) mengungguli pemain bertahan lawan (8 orang) dalam duel memperebutkan bola. Pola ini berulang, bahkan fullback kiri, Cemper, siap menerima bola langsung dari sepak pojok. Bola bahkan diarahkan ke Verbrug, center-back N.A.C. Breda, tanpa gangguan.
Situasi throw-in juga menjadi andalan N.A.C. Breda. Thunderb, seorang center-back, ditugaskan sebagai pelempar jarak jauh. N.A.C. Breda memanfaatkan situasi ‘second ball’ dari throw-in ini, lagi-lagi dari Van der Vlugt, untuk menciptakan peluang.
