Era Baru AC Milan di Tangan Paulo Fonseca Menuju Taktik Menyerang yang Lebih Agresif!

Musim lalu, AC Milan menutup Serie A dengan posisi runner-up di bawah asuhan Stefano Pioli. Sekilas, ini adalah pencapaian yang tidak terlalu buruk. Namun, di balik itu, ada gejolak ketidakpuasan dari manajemen Milan. Era “bulan madu” Pioli dianggap telah berakhir, ditandai dengan performa yang kurang meyakinkan dan sederet kegagalan pahit di kompetisi Eropa.

Salah satu aib terbesar adalah enam kekalahan beruntun dari rival sekota Inter Milan. Puncaknya, kekalahan di pertemuan terakhir bahkan menjadi penentu keberhasilan Inter menyegel gelar ke-20 mereka. Ini tentu menjadi pukulan telak yang memalukan bagi Rossoneri. Tak heran, di akhir musim, Pioli resmi diberhentikan.

Kini, pertanyaan besar muncul: bagaimana wajah baru taktik AC Milan di bawah arahan pelatih anyar, Paulo Fonseca? Mari kita bedah bersama!

Mengapa Fonseca? Visi Menyerang dan Identitas Jelas

Setelah berbagai rumor beredar tentang pengganti Pioli, termasuk nama-nama besar seperti Roberto De Zerbi dan Antonio Conte, manajemen Milan akhirnya menjatuhkan pilihan pada Paulo Fonseca. Zlatan Ibrahimovic, yang mewakili manajemen, menjelaskan alasannya: identitas permainan dan gaya menyerang yang diusung Fonseca dianggap sangat cocok untuk Milan.

Fonseca sendiri tak gentar untuk menyampaikan visinya. Ia berani menjamin bahwa di bawah asuhannya, Milan akan bermain lebih menyerang, mendominasi pertandingan, dan dengan cepat merebut bola kembali melalui counter-pressing yang intens. Ini adalah janji yang membangkitkan asa bagi para Milanisti!

Pramusim yang Menjanjikan: Fondasi Taktik Fonseca Mulai Terlihat

Milan baru saja merampungkan pramusim di Amerika, sebuah momen krusial bagi Fonseca untuk mengintegrasikan ide-ide permainannya ke dalam tim baru. Di sana, Milan melakoni tiga laga tanpa kekalahan: menang melawan Manchester City dan Real Madrid, serta imbang kontra Barcelona.

Tentu saja, hasil pramusim tak bisa menjadi patokan utama, mengingat tim-tim lebih fokus pada game plan dan mengembalikan kebugaran pemain. Namun, dari tiga laga tersebut, Fonseca konsisten menggunakan pakem 4-2-3-1 dengan double pivot. Formasi ini sudah familiar bagi skuad Milan karena Pioli juga menggunakannya.

Fonseca juga berani mengombinasikan pemain-pemain muda berbakat seperti kiper berusia 19 tahun Torriani dan Mattia Liberali (17 tahun) di posisi attacking midfielder, dengan pemain tim utama yang tidak membela timnas di Euro, seperti Bennacer, Pulisic, Loftus-Cheek, dan Calabria.

Membedah Skema Serangan Milan di Bawah Fonseca

Saat membangun serangan, Milan di bawah Fonseca mengusung permainan build-up konstruktif dari belakang. Banyak umpan-umpan pendek dilakukan untuk memancing pressing lawan naik. Ini bertujuan untuk membebaskan pemain yang bisa menjadi target progresi atau sirkulasi bola.

Milan membentuk struktur 4-2 dengan double pivot yang ketat (narrow) di tengah. Bahkan, kiper pun dilibatkan dalam fase build-up sebagai strain di lini pertama untuk menciptakan keunggulan jumlah melawan presser lawan, sekaligus meregangkan dua center-back. Kiper juga bisa berperan sebagai progressor untuk melepaskan umpan langsung ke depan jika semua opsi umpan terdekat dijaga lawan. Meski di pramusim skema build-up langsung ini kurang optimal karena kemampuan long ball Torriani yang masih mentah, ini menunjukkan potensi besar dengan kiper yang punya distribusi bola lebih baik seperti Maignan.

Di lini depan, striker Milan sering drop atau turun, berdiri sejajar dengan gelandang serang, menempati masing-masing corridor space. Hal ini membuat Milan membentuk “box midfield” atau empat pemain untuk overload lini tengah. Jika memungkinkan, mereka akan melakukan progresi ke salah satu pivot yang narrow di tengah. Momen ini terlihat sangat efektif, memberikan tim banyak opsi umpan di lini tengah.

Jika pivot dijaga ketat, gelandang serang dapat menjadi outlet progresi. Pemain seperti Mattia Liberali dari corridor half-space bahkan bergerak melebar untuk membuka jalur umpan kepadanya. Keberadaan pemain depan yang menempati corridor half-space juga memungkinkan Milan membentuk shape diamond di satu area. Gelandang serang dan striker yang drop dapat bergantian membentuk diamond shape ini.

Turunnya pemain depan bisa menjadi umpan pengecoh dengan menarik pemain lawan ikut naik, yang kemudian akan diekspos oleh pivot Milan melalui skema third-man run. Gol pertama saat menghadapi Barcelona menjadi bukti nyata skema ini, di mana Jovic yang turun sangat jauh berhasil menarik gelandang bertahan Barcelona, dan Musah sebagai third-man naik untuk mengekspos ruang di depan Pulisic. Pulisic, yang tak terkawal, mengeksploitasi ruang antara center-back dan full-back Barca, lalu memberikan assist kepada Jovic yang sudah kembali ke posisinya.

Di bawah Fonseca, build-up Milan memang terlihat lebih dinamis dan bervariasi. Variasi lain dari skema build-up adalah inverted full-back. Fonseca beberapa kali mengaktifkan peran inverted full-back yang bergerak masuk ke half-space. Full-back yang invert ini berfungsi untuk mengikat winger lawan dan membuka jalur umpan langsung ke winger Milan yang melebar di koridor sayap. Selain itu, jika full-back lawan ikut melebar, full-back Milan yang invert bisa langsung bergerak untuk mengekspos ruang antara center-back dan full-back.

Fonseca juga mengungkapkan bahwa ia melihat Christian Pulisic sebagai pemain yang cocok menempati posisi nomor 10 atau sebagai gelandang serang. Ini berbeda dengan Pioli yang lebih sering menempatkan Pulisic di posisi winger kanan. Di posisi nomor 10, Pulisic memiliki kebebasan bergerak yang lebih luas. Hal ini sudah terlihat saat ia menjadi starter di laga kontra Barcelona. Pada gol pertama, Pulisic bergerak mengekspos ruang di half-space kanan sebelum melepaskan assist ke Jovic. Sedangkan di gol kedua, pemain Amerika Serikat ini mengekspos ruang di half-space kiri dan mencetak gol dari sudut sempit.

Tantangan di Fase Bertahan: Area yang Perlu Perbaikan

AC Milan di bawah Fonseca cukup proaktif saat bertahan. Di depan, mereka akan menerapkan high press guna menghambat build-up lawan. Namun, pressing mereka masih belum bisa mempertahankan intensitas secara konsisten. Di banyak momen, blok press Milan terlalu lunak (soft).

Terlihat dalam beberapa klip, ketika backline menerapkan garis pertahanan tinggi, tidak ada pemain depan yang menekan lawan saat menguasai bola, sehingga blok press depan Milan mudah dilewati. Backline yang menerapkan garis pertahanan tinggi pun kewalahan untuk mundur.

Center-back Milan juga cukup agresif dan sering melakukan step-up untuk closing down. Namun, agresivitas center-back ini juga bisa menjadi titik lemah. Saat menghadapi Barcelona, hal ini beberapa kali dapat diekspos oleh penyerang lawan. Di babak kedua, Milan kebobolan dari dua masalah ini: blok press depan mudah dilewati, dan center-back yang terpancing naik mudah diekspos.

Menatap Masa Depan Rossoneri

Paulo Fonseca memang telah membawa beberapa perubahan positif di Milan, terutama dalam fase menyerang yang lebih dinamis dan variatif. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang harus diperbaiki, khususnya di fase bertahan.

Milan dikabarkan masih akan merekrut beberapa pemain baru yang sesuai dengan filosofi Fonseca, seperti Emerson Royal dari Tottenham Hotspur dan Tammy Abraham dari AS Roma. Kedatangan pemain-pemain ini diharapkan dapat menyempurnakan skema Fonseca dan membawa AC Milan kembali ke puncak kejayaan.

By admin

Related Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *