Di bawah asuhan sang arsitek, Gian Piero Gasperini, Atalanta tampil luar biasa dan menghancurkan tim besutan Xabi Alonso dengan skor telak 3-0. Kemenangan ini tak hanya mengamankan gelar Liga Europa bagi La Dea, tapi juga menjadi trofi Eropa pertama bagi Gasperini sepanjang karier melatihnya. Sebuah pencapaian yang patut diacungi jempol!
Dominasi Statistik dan Klinisnya Serangan Atalanta
Jika menilik statistik, pertandingan ini memperlihatkan dinamika yang menarik. Leverkusen mungkin unggul dalam penguasaan bola hingga 67%, namun Atalanta jauh lebih superior dalam menciptakan peluang. Meskipun kedua tim sama-sama melepaskan 10 tembakan dan satu peluang besar, nilai xG Atalanta lebih tinggi, menunjukkan efektivitas mereka dalam mengkonversi peluang menjadi gol. Mereka memang lebih klinis dalam menyelesaikan setiap kesempatan yang datang.
Jebakan Taktik: Man-to-Man Marking dan High Press Atalanta
Kunci kemenangan Atalanta terletak pada strategi taktis mereka yang brilian: high press berbasis man-to-man marking. Taktik ini sukses besar dalam menyulitkan Leverkusen untuk membangun serangan dari lini belakang, membuat permainan mereka tidak berkembang sama sekali. Ide taktik serupa pernah mereka terapkan ketika membantai Liverpool 3-0 di Anfield, dan kini kembali membuahkan hasil gemilang.
Mari kita bedah lebih dalam bagaimana Gasperini merancang jebakan ini:
Kedua tim sama-sama turun dengan formasi 3-4-2-1. Barisan pertahanan Atalanta yang kokoh diisi oleh Djimsiti, Hien, dan Kolasinac. Di lini tengah, Koopmeiners berduet dengan Ederson, diapit oleh dua wing-back lincah Italia, Matteo Ruggeri dan Davide Zappacosta. Sementara di lini serang, Gianluca Scamacca ditopang oleh Ademola Lookman dan De Ketelaere sebagai double number 10. Di kubu Leverkusen, mereka tampil tanpa striker murni, dengan Amine Adli diplot sebagai false 9. Yang menarik, Frimpong yang biasa bermain sebagai wing-back kanan, didorong lebih ke depan bersama Florian Wirtz. Posisi wing-back ditempati oleh Stanisic dan Grimaldo, mengapit dua gelandang tangguh, Palacios dan Granit Xhaka. Sejak menit awal, Atalanta langsung menerapkan pressing ketat berbasis man-to-man saat Leverkusen membangun serangan. Formasi yang sama mempermudah Gasperini dalam melakukan marking, karena secara natural akan terjadi “tumbukan” formasi antar pemain di posisi yang sama. Tiga penyerang Atalanta akan menempel ketat tiga centre-back Leverkusen, dua gelandang menempel dua gelandang, dan wing-back mengawal wing-back lawan di area lebar. Di belakang blok press ini, salah satu centre-back Atalanta akan “step up” untuk menutup pemain Leverkusen di ruang antarlini. Dengan skema ini, Atalanta berhasil menutup semua opsi umpan Leverkusen, baik itu umpan progresi ke depan (karena gelandang sudah dimarking) maupun umpan sirkulasi ke samping (karena wing-back di area lebar juga dijaga). Bisa dilihat, ketika Leverkusen melakukan sirkulasi bola ke area lebar, wing-back Atalanta akan langsung naik dan menerapkan pressing trap untuk mempersempit ruang gerak wing-back Leverkusen. Taktik man-to-man marking dan pressing trap ini berhasil menyulitkan anak asuh Xabi Alonso dan beberapa kali memaksa mereka melakukan kesalahan fatal di area pertahanan sendiri. Contohnya, pressing trap Atalanta di sisi kanan sukses meredam taktik wet overload Leverkusen, memaksa Grimaldo dan Hincapie melakukan kesalahan yang berujung pada direbutnya penguasaan bola oleh Atalanta. Sepanjang laga, Atalanta berhasil melakukan 12 kali high turnover atau merebut penguasaan bola di area pertahanan lawan. Taktik ini benar-benar membuat permainan Leverkusen tidak berkembang, dan hasilnya, Atalanta berhasil unggul dua gol di 30 menit pertama!
Magis Lookman dan Ketangguhan Lini Belakang Atalanta
Gol pertama Atalanta tercipta di menit ke-12. Berawal dari sisi kiri pertahanan Leverkusen, dalam situasi 3 lawan 3, Zappacosta lolos dari penjagaan Florian Wirtz dan melepaskan cutback ke kotak penalti. Dua penyerang Atalanta berhasil mengikat dua centre-back Leverkusen di area yang jauh, sementara Palacios terlalu fokus pada bola sehingga tidak menyadari pergerakan Lookman yang muncul dari titik butanya. Gol pertama untuk Atalanta! Atalanta menggandakan keunggulan pada menit ke-26. Berawal dari high press man-to-man marking yang menutup semua opsi umpan terdekat, kiper Leverkusen terpaksa melepaskan long ball ke depan. Adli bermaksud memantulkan bola ke Wirtz, namun sundulannya tidak akurat. Penguasaan bola lepas dan langsung dikuasai oleh Ademola Lookman. Winger yang pernah memperkuat Everton ini melakukan aksi individu memukau, melewati Xhaka sebelum melepaskan tembakan melengkung ke tiang jauh. Lookman menunjukkan skill menawan dengan teknik dropping shoulder dan hentakan kaki kiri yang mengecoh Xhaka sebelum mengubah arah dribble-nya ke kanan. Luar biasa! Selain blok press di depan yang mengganggu build-up Leverkusen, lini belakang Atalanta juga berperan krusial dalam meredam serangan. Backline mereka harus sigap dalam menjaga ruang antarlini dan pada saat yang sama juga harus menjaga ruang di belakang agar tidak terekspos. Salah satu centre-back Atalanta berperan untuk meng-cover ruang antarlini yang cukup lebar saat dua gelandangnya naik. Leverkusen sempat mencoba menarik dua gelandang Atalanta dengan umpan-umpan pendek untuk mengekspos ruang antarlini dengan Florian Wirtz, namun skema ini digagalkan oleh Djimsiti yang melakukan man-marking kepada Wirtz. Problem lini depan Leverkusen juga terletak pada tiga penyerang mereka yang sering kalah duel fisik dengan para back Atalanta yang memiliki keunggulan fisik. Lini belakang Atalanta juga sering menerapkan garis pertahanan tinggi untuk menyesuaikan dengan blok press yang melakukan high press di depan. Rata-rata tinggi garis pertahanan Atalanta di laga ini adalah 46,9 meter, sedangkan Leverkusen di angka 33,5 meter karena lebih banyak bermain di areanya sendiri. Menerapkan garis pertahanan tinggi tentu memiliki risiko ruang lebar di belakang backline yang rawan terekspos. Ruang ini sempat terekspos oleh Leverkusen sebelumnya, ketika Stanisic (wing-back yang invert ke tengah) menyediakan koneksi saat Leverkusen melakukan indirect switch dari kiri ke kanan. Dilanjutkan dengan Tapsoba yang melepaskan through pass kepada Frimpong yang berlari diagonal dan melepaskan cutback yang gagal dimaksimalkan oleh Grimaldo. Setelah peluang tersebut, Atalanta menjadi lebih waspada dalam menjaga ruang di belakang backline mereka. Terlihat pada beberapa momen, Ruggeri menjaga posisinya dengan tidak terlalu naik mengikuti Frimpong, sehingga wing-back berusia 21 tahun tersebut bisa unggul momentum dari Frimpong saat Wirtz melepaskan through pass ke belakang backline.
Penyesuaian Taktik dan Gol Penentu Lookman
Untuk mengatasi problem lini depan yang sering kalah fisik, Xabi Alonso memasukkan Victor Boniface yang memiliki keunggulan fisik untuk berduel dengan back Atalanta. Penyerang asal Nigeria ini menggantikan Stanisic, dan Frimpong dikembalikan ke posisinya sebagai wing-back kanan. Boniface beberapa kali berhasil menahan bola ketika menerima umpan progresi. Meskipun begitu, serangan-serangan Leverkusen masih belum mampu menembus pertahanan Atalanta yang solid. Gasperini juga melakukan perubahan dengan memasukkan gelandang Mario Pasalic menggantikan De Ketelaere yang bermain di posisi winger. Pergantian ini dilakukan untuk memberikan keseimbangan saat Atalanta sudah unggul 2-0. Pada babak kedua, Atalanta masih mempertahankan man-to-man marking mereka. Namun, dengan keunggulan dua gol, terlihat mereka lebih bermain menunggu dan menyerang dengan transisi yang berbuah gol ketiga di menit ke-75. Gol ini berawal dari Pasalic yang meng-cover ruang di antara centre-back dan wing-back yang melebar. Mantan gelandang AC Milan ini berhasil melakukan intersep dan menginisiasi serangan balik. Scamacca membawa bola hingga ke area final third sebelum melepaskan umpan kepada Lookman. Pemain nomor punggung 11 ini kembali menunjukkan skill-nya dengan melakukan step-over untuk mengecoh Tapsoba sebelum melepaskan tembakan keras dengan kaki kiri yang menghujam gawang Leverkusen! Ademola Lookman berhasil mencetak hat-trick di final Liga Europa, menjadikannya pemain pertama yang melakukannya! Selain memutus rekor tak terkalahkan Leverkusen, kemenangan ini juga mengunci gelar Liga Europa bagi La Dea. Gelar ini merupakan trofi pertama bagi Gian Piero Gasperini selama karier melatihnya. Sebuah malam yang tak akan terlupakan bagi Atalanta dan para penggemarnya!