Ya, pelatih berkepala plontos yang dikenal karena skema tiga bek ini justru membalikkan ekspektasi dengan menerapkan pendekatan taktik baru di Napoli. Dan yang lebih mengejutkan, hasilnya langsung membuahkan gelar juara di musim pertamanya! Conte tidak hanya membawa kemenangan, tetapi juga memperkenalkan gaya bermain yang segar dan efisien.
Formasi Baru: Dari 3 Bek ke Pakem 4-3-3
Jika biasanya Conte dikenal lewat formasi 3-5-2 atau 3-4-3, kali ini ia memilih pendekatan yang jauh berbeda. Bersama Napoli, Conte mengandalkan formasi 4-3-3 sebagai pakem utama—dan formasi ini digunakan dalam lebih dari 80% menit bermain tim musim ini (sekitar 2.334 menit).
Uniknya, sistem ini justru tak kalah efektif dibanding formasi khasnya terdahulu. Strategi ini mengandalkan keseimbangan antarlini, vertical progression, serta pemanfaatan kekuatan pemain secara maksimal.
Transformasi Pemain: Lukaku, McTominay, hingga Spinazzola
Di lini depan, nama Romelu Lukaku masih menjadi andalan utama Conte. Penyerang Belgia ini kerap diapit oleh Politano dan Raspadori. Di lini tengah, yang menarik adalah kebangkitan Scott McTominay. Mantan pemain buangan Manchester United itu justru tampil cemerlang dan bahkan dinobatkan sebagai MVP Serie A musim ini.
McTominay berperan fleksibel sebagai gelandang nomor 8 maupun 10, sementara Lobotka menempati pos nomor 6, didukung oleh Gilmore atau Zambo Anguissa. Kombinasi ini membentuk pondasi kuat dalam sirkulasi bola dan pressing tinggi.
Taktik yang Tak Biasa: Mengosongkan Sayap Kiri
Salah satu hal paling mencolok dalam skema Conte adalah tendensi untuk mengosongkan area sayap kiri saat build-up. Dalam banyak momen, Raspadori yang seharusnya menjadi winger kiri justru bergerak lebih ke tengah, menyatu dengan Lukaku. Sementara itu, winger kanan seperti Politano tetap melebar maksimal.
Bentuk ini menciptakan overload di sisi kanan dan tengah, memaksa lawan untuk terpancing dan membuka ruang di tempat lain. Kadang kala terlihat seperti formasi 4-2-4 saat menyerang, meski tetap dinamis sesuai situasi pertandingan.
Fokus Vertikal dan Direct Play
Salah satu ciri khas Conte di Napoli adalah permainan vertikal dan direct. Tanpa perlu banyak operan ke samping, bola langsung diarahkan ke depan. Back line yang terdiri dari empat pemain, dibantu tiga gelandang, membentuk build-up cepat untuk progresi ke lini serang.
Bonno, salah satu bek tengah, bahkan kerap naik untuk membuka ruang dan menarik perhatian lawan. Begitu celah terbuka, bola segera dikirim ke lini depan—sering kali langsung ke Lukaku.
Memaksimalkan Peran Lukaku sebagai Tembok
Dalam taktik ini, Lukaku berperan sebagai “tembok hidup”—tempat bola dialirkan, dikontrol, lalu didistribusikan kembali ke pemain lain. Conte benar-benar paham kekuatan fisik dan permainan kombinasi sang striker.
Contohnya, dalam satu momen, Anguissa mengirim bola direct yang langsung disambut Lukaku untuk menusuk ke pertahanan lawan dan memberikan assist kepada David Neres. Meski tendangan Neres masih diblok, momen ini menunjukkan efektivitas direct build-up Napoli.
Di laga kontra Cagliari, strategi ini menghasilkan gol indah dari Lukaku yang berhasil mengatasi dua bek hanya dengan mengandalkan body balance dan timing yang tepat.
Crossing, Cutback, dan Overload Kotak Penalti
Saat menyerang melalui sayap, Conte menerapkan prinsip central overload. Beberapa pemain—termasuk McTominay dan Anguissa—ikut masuk ke kotak penalti untuk menambah jumlah target dalam situasi crossing.
Crossing datar dan cutback menjadi pilihan utama, bukan umpan lambung biasa. Spinazzola di sisi kiri dan Politano di kanan aktif melakukan penetrasi dan umpan datar. Salah satu contoh sukses adalah gol salto setengah dari McTominay yang menyambar cutback dari Politano.
Pressing Agresif yang Membunuh Serangan Lawan
Saat bertahan, Napoli di bawah Conte sangat agresif dalam menerapkan high pressing. Ketika lawan menyerang dari sayap, fullback naik menekan dibantu gelandang dan winger. Situasi 3 vs 1 kerap tercipta, membuat lawan kehilangan bola dengan cepat.
Jika bola di-switch ke sisi lain, pola pressing serupa dilakukan oleh back kiri dan winger kiri. Strategi ini terbukti sukses menekan lawan. Di laga melawan Cagliari, lawan hanya mampu mencatat 1 tembakan tepat sasaran sepanjang pertandingan.
Statistik Bicara: Bukan Tim Paling Tajam, Tapi Paling Efisien
Meski bukan tim dengan serangan paling menggila, Napoli adalah tim dengan pertahanan terbaik di Serie A. Mereka hanya kebobolan 27 gol sepanjang musim—jumlah paling sedikit di antara seluruh tim.
Dari grafik expected goals (xG), terlihat bahwa Napoli berada di posisi paling seimbang—cukup efisien dalam menyerang, dan sangat solid dalam bertahan. Ini bukti bahwa kalimat legendaris “Attack wins you games, defense wins you titles” masih sangat relevan.
Penutup: Adaptasi Brilian Conte Membawa Napoli ke Puncak
Antonio Conte membuktikan bahwa dirinya bukan hanya pelatih dengan satu pendekatan. Ia mampu beradaptasi, membaca kekuatan tim, dan meracik sistem permainan yang tepat. Tanpa proses panjang dan dengan gaya berbeda dari biasanya, ia berhasil membawa Napoli kembali meraih Scudetto keempat dalam sejarah mereka.
Jika para pemain terus mampu memahami dan mengeksekusi instruksinya, bukan tidak mungkin era dominasi Napoli di bawah Conte baru saja dimulai.